Fiksi

Kursi yang Kosong

Di ruang tamu yang sepi, kursi kayu itu masih berdiri seperti biasa. Hanya saja, sudah berbulan-bulan tak ada lagi yang mendudukinya. Setiap kali aku melewati ruang itu, mataku selalu tertuju pada kursi itu, seakan berharap keajaiban bahwa ia kembali, tersenyum, dan memulai cerita-cerita lamanya.

Aku pernah mencoba mengalihkan pandangan, sibuk dengan hal-hal kecil, membiarkan waktu berjalan. Tapi selalu ada jeda di mana sunyi datang, mengetuk pelan, lalu membuka luka yang belum sempat sembuh. Kehilangan itu bukan hanya tentang tiadanya seseorang, tapi tentang hampa yang ia tinggalkan di tempat-tempat paling sederhana.

Malam ini, aku duduk di kursi yang bersebelahan. Kutatap kursi kosong itu lama, lalu aku tersenyum samar. Ternyata, kepergian tak selalu harus dimusuhi. Kadang, ia hanya cara semesta mengajarkan kita bahwa cinta bisa tetap hidup, meski orangnya sudah tak lagi ada di sini.

Dan entah bagaimana, kursi kosong itu kini terasa lebih hangat. Bukan karena ada yang kembali, tapi karena aku akhirnya belajar menerima bahwa kehilangan juga bisa menjadi bentuk lain dari memiliki.

Related posts

Sebatang senja di ujung jalan

Sonia Febrila

Menebus180 Hari dengan Hitungan Detik

Zida Kamalia

Langit Oranye, Wajah yang Kutunggu

Zida Sabrina

Leave a Comment